Pages

Tuesday, June 19, 2012

Player vs Dreamer

Hello blogger dudes!! Setelah seminggu dipusingkan dengan soal-soal UKK akhirnya gue kembali blogging lagi, yeay! Well, sekarang gue mau ngebahas tentang Player vs Dreamer, check it out!
Sob, kalo kamu tergolong bukan manusia MASKULIN alias manusia ketinggalan informasi (hehehe.. singkatan yang agak maksa ya) pasti ngeh dengan berita yang bisa dibilang heboh beberapa waktu yang lalu. Sebuah prestasi yang ditorehkan anak-anak putih abu-abu. Yeap, berita tentang mobil EseMKa alias mobil yang dibikin (lebih tepatnya dirakit) oleh anak-anak yang sekolah di SMK. Apalagi setelah Walikota Solo, Joko Widodo dan Wakil Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo menjadikan mobil SUV produksi Kiat Esemka ini menjadi mobil dinas, menggantikan mobil dinasnya Toyota Camry. Terus engga cuma itu, anak-anak putih abu-abu juga sukses bikin pesawat terbang, dan merakit laptop. Hmmm... sebuah prestasi yang patut diacungi empat jempol dan layak dapet gelar, LIKE THIS YOOO!! :D
Sebenernya cukup banyak 'prestasi-prestasi' anak negeri, mulai dari juara olimpiade, sampe perlombaan iptek dan robot tingkat nasional maupun internasional. Tapi kayaknya prestasi itu harus rela tertelan berita heboh, pemenang audisi, atau ajang pencarian bakat, yang masih menempati pime time di televisi-televisi kita. Sepertinya cara pandang tentang sebuah "prestasi" bagi masyarakat kita, masih seputar yang bersifat glamour. sensatif, dan pastinya heboh. Lihat saja, ketika ada ajang audisi, teman-teman kita pada bejibaku pengin mendaftar. Para orang tuanya juga bangga banget kalo anaknya lolos audisi. Ditambah keluarga besar, tetangga, handai taulan sampe orang yang engga kenal sekalipun, ikutan heboh dengan mendukungnya via sms premium.
Coba bayangkan, tentu akan berbeda hasilnya, andaikata ketika ketika mulai dari perhatian sampai duit yang dicurahkan audisi itu diarahkan ke prestasi-prestasi yang sifatnya lebih ilmiah, macam mobil esemka tadi. Bisa jadi karena kurang dukungan, kurang diperhatikan, bahkan bisa jadi karena kurang duit, mobil esemka yang harusnya bisa jadi kebanggan anak negeri, tapi uji emisi saja engga lolos, sehingga harus dikaji ulang, untuk diproduksi dalam jumlah banyak.
Soal pemberitaan di media pun antara berita prestasi anak SMK dengan berita audisi, bisa dibilang nggak berimbang. Ya, sekaligus ini menjadi bukti kalo media kita lebih berorientasi pada materi (baca: duit). Tentu saja, karena lebih banyak disukai masyarakat, ajang audisi itu lebih banyak mengandung sponsor untuk beriklan di TV. Disamping memang, kita tiap hari dicekoki (baca: dipaksa) oleh media untuk menelan berita dan hiburan macam audisi itu. Bahkan kalo boleh bin perlu, presiden sampe wakil rakyat pun bisa di audisi oleh media.
Padahal sadar atau enggak, pemaksaan yang dilakukan oleh media terseebut menggiringi generasi kita kepada jurang lost generation. Iya, secara tidak langsung berita dan hiburan tentang audisi tersebut membawa kita kepada budaya konsumtif, hedonistic, yang menghasilkan manusia-penikmat bukan pencipta. Generasi dreamers bukan players. Coba perhatikan saja, siapa-siapa yang bisa berprestasi dibidang ilmiah, seperti juara olimpiade tingkat nasional maupun internasional? Bisa dihitung dengan jari kan, kalo mau dibandingkan dengan generasi kita yang lebih doyan jejingkrakan, teriak histeris, pemuja dan pendukung pujaannya di audisi atau pencari bakat? Remaja disodorin sebuah gambaran kesuksesan yang bisa diraih secara instant!
Kalo gini ceritanya, kebayang dong kaya gimana potret remaja nusantara di masa depan? Kayanya kekhawatiran akan lost generation, bukan isapan jempol. Tapi isapan terunjuk, jari tengah, jari manis, hingga kelingking hehehe...



Berkiblat pada Gaya Hidup Barat


Ngomong-ngomong soal prestasi, sekali lagi ini soal cara pandang tentang sebuah "prestasi" dan tentu saja tentang standar kita dalam menentukan sesuatu layak disebut prestasi atau enggak. Bagi para bola mania, boleh jadi kiprah Lionel Messi atau Christian Ronaldo di L Liga adalah sebuah prestasi. Begitu juga yang hobby Moto GP, sepakat dua pakat kasih acungan jempol bagi Valentino Rossi, Casey Stonner, atau Lorenzo. Enggak ketinggalan, penikmat film laga kasih applause dengan prestasi Iko Uwais yang lagi naik daun dengan film The Raid (bukan D'raise loh) yang mendunia.
Tapi bagi yang enggak suka bola, enggak doyan balap motor, atau enggak ngeh film laga, deretan prestasi-prestasi dianggap angin lalu. Enggak ngaruh bagi mereka. Dan mungkin gak terdorong untuk ngasih apresiasi. Lantaran prestsi para pesohor itu gak bikin kehidupannya jadi lebih baik.
Nah sialnya, gencarnya media remaja yang menanamkan gaya hidup barat di benak kawula muda sukses menghipnotis mereka. Sehingga merasa perlu untuk berdandan ala artis K-Pop atau ngerasa wajib makan junk food. Itu karena mereka menganggap itulah sebuah "prestasi" lantaran sudah bisa menyamai atau meniru gaya hidup barat.


Remaja Muslim : Kiblatnya Islam Dong!


Kalo sahabat jeli, soal prestasi yang selama ini dimiliki Barat, ada 3 (tiga) hal yang harusnya jadi perhatian kita. Pertama, prestasi Barat di satu sisi lebih karena mereka menaggalkan agama untuk mengatur kehidupan mereka, alias sekular. Kalo mau disepadankan prestasi sebagai sebuah kebiasaan, maka sejatinya kebahagiaan semu. Gimana gak semu, kalo yang mereka sebut prestasi adalah ketika mengumbar aurat alias pornografi dan pornoaksi untuk mendapatkan uang. Gimana bisa dikatakan kebahagiaan yang kekal, kalo yang mereka sebut prestasi adalah ketika merampok kekayaan negeri-negeri muslim, seperti yang dilakukan Amrik dengan perusahaan PT. Freeport-nya di pegunungan Jayawijaya, Papua.
Kedua, "prestasi" nya Barat sekarang ini lebih karena dahulunya 'mencontek' Islam. Prof. G. Margoliouth dalam De Karacht van Islam menuliskan, "Penyelidikan telah menunjukkan, bahwa yang diketahui oleh sarjana-sarjana Eropa tentang falsafah, astronomi, ilmu pasti, dan ilmu pengetahuan semacam itu, selama beberapa abad sebelum Renaissance, secara garis besar datang dari buku-buku Latin yang berasal dari bahasa Arab, dan Quran-lah yang, walaupun tidak secara langsung, memberikan dorongan pertama untuk studi-studi itu di antara orang-orang Arab dan kawan-kawan mereka."
Ketiga, prestasi yang dimiliki Barat saat ini, lebih karena hegemoni dan dominasi negara-negara macam Amrik dan Inggris. Artinya, mereka lah yang saat ini yang menjadi "penguasa" di dunia saat, sehingga wajar kalo mereka yang dijadikan kiblat, atau memaksakan diri untuk harus jadi kiblat bagi negara-negara lain.
Sehingga sebagai muslim, harusnya kita enggak selalu dengan prestasi yang selama ini ditebar Barat lewat media apapun. Karena sejatinya, kita sebagai seorang muslim harusnya lebih bangga berkiblat pada Islam. Sekedar mengingatkan, coba kita simak kutipan berikut :
"Patut diingat, bahwa Quran memegang peranan yang lebih besar terhadap kaum muslimin daripada Bibel dalam agama Kristen. demikianlah, setelah melintasi masa selama 13 abad Quran tetap merupakan kitab suci bagi seluruh Turki, Iran, dan hampir seperempat penduduk India. Sungguh, sebuah kitab seperti ini yang patut dibaca secara meluas di Barat. terutama di masa kini." (E. Denisen Ross), seperti dikutip dalam buku Kekaguman Dunia Terhadap Islam).
Itulah sob, pengakuan orang Barat terhadap Islam. Itu artinya, Islam itu pernah berprestasi dan pasti masih menyimpan prestasi, jika diterapkan lagi seperti pernah diterapkan selama 13 abad. Bahkan pada masa kejayaan yang 13 abad tersebut, Islam memang menjadi super power, menjadi kiblat bagi dunia saat itu. Bisa dibilang, ilmuwan-ilmuwan Barat yang sekarang lebih kita kenal dalam pelajaran sekolah kita adalah terilhami dari ilmuwan-ilmuwan Muslim saat itu.
Maka bangunlah the dreamers, saatnya untuk beraksi menjadi the players dengan menjadikan Islam satu-satunya kiblat dalam ukuran berprestasi. Cayo!!!



Dikutip dari: 
"Majalah D'Rise #22 | Mei 2012 | Tahun 3 | www.drise-online.com"

No comments:

Post a Comment